TUGAS MEREVIEW JURNAL HUKUM ETIKA BISNIS

TUGAS REVIEW HUKUM ETIKA BISNIS
BAB XI HUKUM KEPAILITAN DALAM BISNIS
( AKIBAT HUKUM KEPAILITAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA )


 







Nama Anggota :
1.Putri Meysi Dwiyana ( 170321100024 )
2.Ahmad Ubai Dillah ( 170321100052 )
3.Hawaina Septianingtyas ( 170321100078 )


PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2019

PENDAHULUAN         

                        Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state) yaitu negara yang pemerintahannya bertanggung jawab penuh untuk memenuhi kebutuhan dasar sosial dan ekonomi setiap warga negara guna menjamin suatu standar hidup yang minimal (terpenuhi) (Karma Resen, 2015;1). Negara diberikan  wewenang untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan bidang yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak (Pasal 33 ayat (2) UUDNRI). Pendirian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan fungsi negara sebagai enterpreneur (Friedmann, 1971;3) untuk mengelola bidang-bidang yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

BUMN sendiri merupakan badan hukum yang tunduk kepada prinsip-prinsip badan hukum. BUMN dalam menjalankan aktifitas bisnisnya dapat melakukan inefficiency yang menyebabkan ketidakmampuan BUMN untuk memenuhi kewajibannya (utang) kepada kreditor. Dalam hal ini BUMN memiliki utang kepada minimal 2 (dua) orang kreditor dan salah satunya telah jatuh tempo, maka BUMN dapat dimohonkan pailit oleh kreditor. BUMN yang dinyakan pailit oleh pengadilan niaga akan memberikan akibat hukum terhadap para pihak.

Selain itu, kepailitan BUMN akan memberikan akibat hukum kepada negara pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara. Pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara, ketika utang debitor lebih besar dari jumlah aset BUMN maka negara secara tanggung renteng ikut serta bertanggung jawab membayar utang BUMN dengan menggunakan APBN. Hal ini sebagai akibat status kekayaan negara dan BUMN tidak terpisah.







Pengaturan Kepailitan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Persyaratan Kepailitan
BUMN merupakan badan hukum (legal entity) yang mandiri dan otonom seperti badan hukum swasta lainnya. BUMN dapat mencari keuntungan dan dapat pula mengalami kerugian berdasarkan aktifitas bisnis yang dilakukan. Utang yang dimiliki BUMN dapat dibayarkan dengan mekanisme kepailitan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan UUKPKPU. Persyaratan kepailitan suatu perusahaan diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU. Pasal tersebut mengatur bahwa debitor yang mempunyai 2 atau lebih kreditor dan tidak dapat membayar lunas terdapat satu utang yang sudah jatuh tempo. Berdasarkan pengaturan tersebut ada 3 persyaratan untuk dapat mengajukan permohonan kepailitan, yaitu:
 (1) harus ada utang;
 (2) salah satu utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih; dan
 (3) terdapat 2 atau lebih kreditor.
Persyaratan kepailitan juga terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU. Pasal tersebut tidak mengatur tentang syarat minimal utang yang dimiliki debitor, sehingga utang yang memiliki jumlah sangat kecil dapat dipailitkan oleh kreditor. Pasal tersebut juga tidak mengatur kemampuan debitor untuk membayar utang (perbandingan jumlah utang dan aset). UUKPKPU yang berlaku disetiap negara yaitu berbeda-beda, dibeberapa negara lain sudah dingatur mengenai jumlah minimal utang.
Dilihat dari perspektif ekonomi makro, sangat urgent untuk merevisi persyaratan kepailitan suatu badan hukum (termasuk BUMN) dengan menambahkan jumlah minimal utang. Alasannya, dengan mudahnya kreditor mempailitkan suatu badan hukum (terutama BUMN) akan menimbulkan dampak ekonomi sistemik dan tentunya hal tersebut akan berdampak terhadap menurunnya iklim investasi asing ke Indonesia.


Kepailitan Orang dan Badan Hukum
Orang dan badan hukum merupakan suatu subyek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban. Orang menjadi subyek hukum secara otomatis ketika ia dilahirkan. Bahkan seseorang dianggap sebagai subyek hukum ketika masih di dalam kandungan. Sedangkan badan hukum merupakan subyek hukum hasil konstruksi yuridis yang beraktifitas layaknya manusia. UUKPKPU mengatur subyek hukum yang dapat dipailitkan yaitu orang dan badan hukum. UUKPKPU tidak membedakan pengaturan kepailitan orang dan badan hukum. persyaratan kepailitan yang diatur dalam UUKPKPU berlaku bagi orang maupun badan hukum.
Kepailitan orang seharusnya memiliki jumlah minimal utang untuk dapat dipailitkan. Diaturnya minimal jumlah utang akan menghindari dipailitkannya seorang debitor yang mempunyai utang yang tidak lebih banyak dari jumlah asetnya. Jumlah minimal utang badan hukum seharusnya lebih besar dari orang mengingat antara badan hukum dan orang memiliki karakeristik yang berbeda. Pada  Pasal 32 ayat (1) UUPT 2007 sudah dijelaskan, sebagai persekutuan badan hukum memiliki modal hasil dari penyetoran modal pemegang saham minimal sebesar Rp. 50.000.000. Secara rasional seharusnya jumlah mininal utang badan hukum lebih besar dari jumlah minimal utang orang sebagai syarat permohonan kepailitan.
Status Keuangan BUMN Sebagai Badan Hukum
Ø  BUMN merupakan badan hukum yang memiliki beberapa unsur yakni:
(1) perkumpulan orang
(2) dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan  hukum
(3) adanya harta kekayaan yang terpisah
(4) mempunyai pengurus
(5) mempunyai hak dan kewajiban, dan
 (6) dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan

Harta kekayaan terpisah merupakan salah satu unsur badan hukum. Harta kekayaan terpisah mengandung arti bahwa antara harta kekayaan pemegang saham dengan dengan harta kekayaan suatu badan hukum terpisah. Pasal 3 ayat (1) UUPT tentang PT mengatur bahwa “Pemegang saham perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Kemudian Pasal 39 UUBUMN mengatur bahwa “menteri tidak bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dibuat oleh perum dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam perum”. Bahkan walaupun mendapat suntikan dana dari negara, suntikan dana itu tetap dihitung sebagai utang BUMN.
Pasal 2 g UU Keuangan negara mengatur bahwa yang termasuk ruang lingkup keuangan negara salah satunya termasuk kekayaan BUMN. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip badan hukum bahwa setiap badan hukum memiliki harta kekayaan terpisah. Dilihat dari sumber modal BUMN, memang benar modal pendirian BUMN berasal dari penyertaan keuangan negara. Namun ketika pendirian suatu BUMN terjadi transformasi status keuangan, yakni dari keuangan negara (publicsector) menjadi keuangan BUMN (privat sector). Pada Pasal 11 UUBUMN mengatur bahwa BUMN tunduk pada prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang kemudian digantikan oleh UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas. Hal itu membuktikan bahwa BUMN juga harus tunduk kepada konsep dan prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas.







AKIBAT HUKUM KEPAILITAN BUMN
1.    Akibat Hukum Kepailitan BUMN Terhadap Debitor dan Kreditor
Putusan pailit suatu BUMN mengakibatkan seluruh kekayaan BUMN serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan berada dalam sitaan umum sejak putusan pernyataan pailit diucapkan ( Pasal 24 ayat (1) UUKPKPU). BUMN kehilangan haknya untuk berbuat sesuatu terhadap penguasa dan pengurus harta kekayaan yang termasuk dalam kepailitan semenjak tanggal diterbitkan putusan ( dihitung dari pukul 00.00 waktu setempat ) ( Pasal 24 ayat (2) UUKPKPU) yang menyatakan BUMN pailit
Kepailitan BUMN menimbulkan akibat hukum terhadap perikatan yang dibuat setelah putusan pailit, setiap perikatan yang lahir yang menimbulkan kerugian terhadap pihak lain tidak dapat dibayar dengan harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit ( Pasal 25 UUKPKPU).
Kepailitan BUMN juga menimbulkan akibat hukum terhadap perbuatan hukum BUMN yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Pasal 41 ayat (1) UUKPKPU menegaskan bahwa segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang dapat merugikan kepentingan kreditor yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, maka dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan
Putusan pailit BUMN tidak hanya menimbulkan akibat hukum bagi debitor tetapi juga menimbulkan akibat hukum bagi kreditor. Pasca putusan pailit kreditor tidak berhak meminta pembayaran utang secara sepihak melainkan diurus dan dibereskan oleh kurator dibawah pengawasan hakim ( Pasal 1 (1) UUKPKPU). Kedudukan para kreditor pada dasarnya sama ( paritas creditorium ). Para kreditor memiliki kedudukan yang sama sesuai dengan besarnya utang (tagihan) masing – masing ( pari passu pro rata parte ).
Kreditor yang mempunyai hak atas harta pailit dikelompokkan menjadi tiga yaitu: kreditor separatis, kreditor preferen, dan kreditor konkuren.
a.    Kreditor Separatis
Kreditor separatis merupakan kreditor yang memegang hak jaminan kebendaan yang terdiri dari ( hak gadai, hipotek, hak tanggungan, dan jaminan fidusia ) yang dapat bertindak sendiri ( Imran Nating, 2005 ). Kreditor separatis tetap dapat menjalankan hak eksekusi terhadap jaminan kebendaan secara sepihak dan tidak terpengaruh oleh putusan kepailitan debitor. Hasil penjualan jaminan kebendaan tersebut digunakan untuk membayar piutang kreditor.
b.    Kreditur preferen
Kreditur preferen merupakan kreditor yang diistimewakan, karena sifat piutangnya mendapatkan hak untuk memperoleh pelunasan lebih awal dari penjualan harta pailit. Kreditur ini berada di bawah pemegang hak kebendaan. (Imran Nating:51), namun atas tuntutan kreditor yang kedudukannya lebih tinggi dari kreditor pemegang hak kebendaan maka, kreditor tersebut wajib untuk menyerahkan hasil penjualan dalam jumlah yang sama dengan jumlah tagihan yang diistimewakan. ( Pasal 60 ayat (2) UUKPKPU)
c.     Kreditor Konkuren
Kreditor Konkuren ( kreditor bersaing ) para kreditor ini mimiliki hak yang sama dengan besarnya piutang yang mereka miliki. Kreditor konkuren mendapat bagian pembayaran piutang setelah dikurangi dengan pembayaran piutang kreditur separatis dan kreditur preferen.
2.    Akibat Hukum Terhadap Negara Pasca Berlakunya UU keuangan Negara
Pasal 11 UUBUMN menjelaskan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tunduk pada prinsip-prinsip perseroan yang telah diatur oleh UUPT 2007. Lahirnya UU Keuangan negara yang memperluas ruang lingkup keuangan negara sampai dengan harta kekayaan BUMN yang dipisahkan maka dapat menimbulkan akibat hukum dalam kepailitan BUMN. Akibat hukum lahirnya UU keuangan negara terhadap kepailitan BUMN adalah harta pailit yang harus dibayarkan kepada kreditor tidak hanya berasal dari harta kekayaan BUMN, melainkan jumlah utang lebih besar dari jumlah kekayaan BUMN.
Kepailitan BUMN menjadi hal yang sangat sering terjadi karena sebagian besar BUMN masih belum berjalan secara profesional dikarenakan terlalu banyaknya intervensi negara terhadap aktivitas bisnis. Kepailitan BUMN juga dapat menimbulkan akibat ikut sertanya negara dalam bertanggung jawab atas utang yang harus dibayarkan oleh BUMN kepada kreditor.
Simpulan
Berdasarkan dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepailitan BUMN dapat menimbulkan akibat hukum bagi debitor dan kreditor. Kepailitan BUMN juga dapat menimbulkan akibat hukum bagi negara pasca berlakunya UU Keuangan Negara. Serta dapat mengakibatkan hukum ikut sertanya negara dalam bertanggung jawab atas utang yang harus dibayarkan oleh BUMN kepada kreditor.

Daftar Pustaka
Tanaya, E,P, dkk, 2017.Akibat Hukum Kepailitan Badan Usaha Milik Negara Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Vol. 3(1): 1-10. Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja


Komentar