Ketersediaan Padi Sebagai Kebutuhan Pokok Untuk Keberlangsungan Hidup Masyarakat Indonesia
Secara konsepsional, sistem agribisnis diartikan sebagai semua aktivitas mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produkusi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usahatani. Sistem agribisnis mencakup empat subsistem, yaitu : a) agribisnis hulu, b) usahatani atau disebut juga sebagai sektor pertanian primer, c) agribisnis hilir, dan d) jasa layanan penunjang. Karena sistem ini merupakan suatu runtut kegiatan yang berkesinambungan mulai dari hulu sampai hilir, keberhasilan pengembangan agribisnis sangat tergantung pada kemajuan yang dapat dicapai pada setiap subsistemnya.(Agroland, 2008)
Kebutuhan berupa bahan pangan utama khususnya beras semakin tahun semakin meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan kondisi perekonomian masyarakat. Penerapan teknologi pertanian seperti penggunaan benih unggul bermutu dan penggunaan pupuk yang berimbang juga telah banyak membantu meningkatkan hasil pertanian. Namun disisi lain organisasi petani (kelompok tani) sebagian besar nampaknya kurang mampu untuk menghimpun dana/modal untuk dapat memenuhi kebutuhannya dalam berusaha tani, khususnya dalam penyediaan sarana produksi yang tepat jumlah dan tepat waktu.(Laksmi, Suamba, & Abarawati, 2012)
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke empat di dunia. Jumlah penduduk yang demikian besar ini mengakibatkan kebutuhan pangan khususnya beras sebagai makanan pokok masyarakat menjadi sangat penting dan diperlukan dalam jumlah banyak serta tersedia terus menerus. Dalam negara ini beras merupakan kebutuhan yang wajib ada bagi masyarakat demi keberlangsungan hidup mereka.
. Pangan adalah komoditas penting bagi bangsa Indonesia, dimana pangan merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang harus dipenuhi pemerintah serta masyarakat secara bersama-sama.Undang undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen. (Prabandari, Sudarma, & Wijayanti, 2013)
Pada saat ini petani di Indonesia kesulitan memproduksi padi untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Selain karena cuaca yang kadang tidak menentu, juga karena alih fungsi lahan yang sekarang telah diubah menjadi bangunan-bangunan. Petani Indonesia juga minim pengetahuan dalam memproduksi padi karena kurangnya penyuluhan untuk menambah wawasan mereka.
Kondisi saat ini, pemerintah terus melakukan impor beras sepanjang tahun 2007-2012 untuk menjamin ketesediaan beras nasional dari sisi kuantitas dan harga, dengan rata-rata 1,2 juta ton beras setiap tahunnya (BPS, 2013). Oleh karena itu, dalam rangka ketahanan pangan nasional pemerintah merencanakan pencapaian swasembada beras 10 juta ton per tahun pada tahun 2014. Cara yang dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian dalam mendukung rencana tersebut adalah program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN)(Rivanda, Nahraeni, & Yusdiarti, 2015). Hal ini dilakukan pemerintah untuk memenuhi ketahanan pangan rakyat Indonesia. Berkaitan hal tersebut untuk mendukung ketersediaan pangan selain beras diperlukan peningkatan penyediaan pangan protein (ikan), sehingga disamping ketersediaan pangan terpenuhijuga kandungan protein maupun gizi terjamin. (Sularno & Jauhari, 2014).
Program peningkatan ketahanan pangan diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara nasional; disamping itu program peningkatan ketahanan pangan diarahkan pada kemandirian masyarakat/petani yang berbasis sumberdaya lokal dengan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan beragam/diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan pada dasarnya mencakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi. Dari aspek produksi, diversifikasi berarti penganekaragaman komoditas pangan dalam pemanfaatan sumberdaya, pengusahaan maupun pengembangan produk: diversifikasi secarahorizontal danvertikal. (Sularno & Jauhari, 2014).
Upaya untuk meningkatkan produksi pertanian (padi) telah banyak dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan perguruan tinggi. Tetapi di dalam pelaksanaannya diperoleh fakta bahwa hasil potensial produksi padi berbeda dengan hasil nyata (riil) yang diperoleh petani. Perbedaan hasil ini (yield gap) secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor non-teknis dan faktor teknis. Faktor non-teknis yaitu keadaan yang menghalangi petani untuk menggunakan teknologi yang direkomendasikan. Hal-hal tersebut meliputi:
(i) pengetahuan petani sebagai indikatornya adalah pengalaman petani dalam berusahatani.
(ii) prasarana transportasi sebagai indikatornya adalah jarak lahan garapan dengan tempat tinggal petani. Sedangkan faktor teknis sebagai indikatornya adalah ketersediaan air irigasi.
Diversifikasi pangan pada dasarnya mencakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi. Dari aspek produksi, diversifikasi berarti penganekaragaman komoditas pangan dalam pemanfaatan sumberdaya, pengusahaan maupun pengembangan produk: diversifikasi secara horizontal dan vertikal, (Sularno & Jauhari, 2014). Diversifikasi pangan selain merupakan upaya mengurangi ketergantungan pada beras, juga penganekaragaman dari beras ke sumber kalori dan protein lainnya yang lebih berkualitas (Sularno & Jauhari, 2014).
Untuk mengurangi kekurangan pangan di negara ini, selain impor beras yang dilakukan oleh pemerintah juga perlu memerhatikan petani Indonesia agar mereka mampu memproduksi beras sehingga cukup untuk mememuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan pemahaman tentang bagaimana cara memproduksi padi agar menghasilkan panen yang berlimpah, serta memberikan benih dan pupuk yang berkualitas baik untuk meminimalisir gagal panen.
DAFTAR PUSTAKA
Agroland, J. (2008). Kinerja Kelembagaan Kelembagaan Input Produksi Dalam Agribisnis Padi di Kabupaten Parigi Moutong, 15(2), 122–128.
Laksmi, N. M. A. C., Suamba, I. K., & Abarawati, I. G. G. A. (2012). Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah, 1(1), 34–44.
Prabandari, A. C., Sudarma, M., & Wijayanti, P. U. (2013). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah pada Daerah Tengah dan Hilir Aliran Sungai Ayung, 2(3), 89–98.
Rivanda, D. R., Nahraeni, W., & Yusdiarti, A. (2015). ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI PADI SAWAH (Pendekatan Stohactic Frontier) TECHNICAL, 1(April), 1–13.
Sularno, & Jauhari, S. (2014). Peluang usaha melalui agribisnis mina padi untuk meningkatkan pendapatan petani, 10(2), 268–274.
Secara konsepsional, sistem agribisnis diartikan sebagai semua aktivitas mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produkusi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usahatani. Sistem agribisnis mencakup empat subsistem, yaitu : a) agribisnis hulu, b) usahatani atau disebut juga sebagai sektor pertanian primer, c) agribisnis hilir, dan d) jasa layanan penunjang. Karena sistem ini merupakan suatu runtut kegiatan yang berkesinambungan mulai dari hulu sampai hilir, keberhasilan pengembangan agribisnis sangat tergantung pada kemajuan yang dapat dicapai pada setiap subsistemnya.(Agroland, 2008)
Kebutuhan berupa bahan pangan utama khususnya beras semakin tahun semakin meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan kondisi perekonomian masyarakat. Penerapan teknologi pertanian seperti penggunaan benih unggul bermutu dan penggunaan pupuk yang berimbang juga telah banyak membantu meningkatkan hasil pertanian. Namun disisi lain organisasi petani (kelompok tani) sebagian besar nampaknya kurang mampu untuk menghimpun dana/modal untuk dapat memenuhi kebutuhannya dalam berusaha tani, khususnya dalam penyediaan sarana produksi yang tepat jumlah dan tepat waktu.(Laksmi, Suamba, & Abarawati, 2012)
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke empat di dunia. Jumlah penduduk yang demikian besar ini mengakibatkan kebutuhan pangan khususnya beras sebagai makanan pokok masyarakat menjadi sangat penting dan diperlukan dalam jumlah banyak serta tersedia terus menerus. Dalam negara ini beras merupakan kebutuhan yang wajib ada bagi masyarakat demi keberlangsungan hidup mereka.
. Pangan adalah komoditas penting bagi bangsa Indonesia, dimana pangan merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang harus dipenuhi pemerintah serta masyarakat secara bersama-sama.Undang undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen. (Prabandari, Sudarma, & Wijayanti, 2013)
Pada saat ini petani di Indonesia kesulitan memproduksi padi untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Selain karena cuaca yang kadang tidak menentu, juga karena alih fungsi lahan yang sekarang telah diubah menjadi bangunan-bangunan. Petani Indonesia juga minim pengetahuan dalam memproduksi padi karena kurangnya penyuluhan untuk menambah wawasan mereka.
Kondisi saat ini, pemerintah terus melakukan impor beras sepanjang tahun 2007-2012 untuk menjamin ketesediaan beras nasional dari sisi kuantitas dan harga, dengan rata-rata 1,2 juta ton beras setiap tahunnya (BPS, 2013). Oleh karena itu, dalam rangka ketahanan pangan nasional pemerintah merencanakan pencapaian swasembada beras 10 juta ton per tahun pada tahun 2014. Cara yang dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian dalam mendukung rencana tersebut adalah program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN)(Rivanda, Nahraeni, & Yusdiarti, 2015). Hal ini dilakukan pemerintah untuk memenuhi ketahanan pangan rakyat Indonesia. Berkaitan hal tersebut untuk mendukung ketersediaan pangan selain beras diperlukan peningkatan penyediaan pangan protein (ikan), sehingga disamping ketersediaan pangan terpenuhijuga kandungan protein maupun gizi terjamin. (Sularno & Jauhari, 2014).
Program peningkatan ketahanan pangan diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara nasional; disamping itu program peningkatan ketahanan pangan diarahkan pada kemandirian masyarakat/petani yang berbasis sumberdaya lokal dengan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan beragam/diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan pada dasarnya mencakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi. Dari aspek produksi, diversifikasi berarti penganekaragaman komoditas pangan dalam pemanfaatan sumberdaya, pengusahaan maupun pengembangan produk: diversifikasi secarahorizontal danvertikal. (Sularno & Jauhari, 2014).
Upaya untuk meningkatkan produksi pertanian (padi) telah banyak dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan perguruan tinggi. Tetapi di dalam pelaksanaannya diperoleh fakta bahwa hasil potensial produksi padi berbeda dengan hasil nyata (riil) yang diperoleh petani. Perbedaan hasil ini (yield gap) secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor non-teknis dan faktor teknis. Faktor non-teknis yaitu keadaan yang menghalangi petani untuk menggunakan teknologi yang direkomendasikan. Hal-hal tersebut meliputi:
(i) pengetahuan petani sebagai indikatornya adalah pengalaman petani dalam berusahatani.
(ii) prasarana transportasi sebagai indikatornya adalah jarak lahan garapan dengan tempat tinggal petani. Sedangkan faktor teknis sebagai indikatornya adalah ketersediaan air irigasi.
Diversifikasi pangan pada dasarnya mencakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi. Dari aspek produksi, diversifikasi berarti penganekaragaman komoditas pangan dalam pemanfaatan sumberdaya, pengusahaan maupun pengembangan produk: diversifikasi secara horizontal dan vertikal, (Sularno & Jauhari, 2014). Diversifikasi pangan selain merupakan upaya mengurangi ketergantungan pada beras, juga penganekaragaman dari beras ke sumber kalori dan protein lainnya yang lebih berkualitas (Sularno & Jauhari, 2014).
Untuk mengurangi kekurangan pangan di negara ini, selain impor beras yang dilakukan oleh pemerintah juga perlu memerhatikan petani Indonesia agar mereka mampu memproduksi beras sehingga cukup untuk mememuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan pemahaman tentang bagaimana cara memproduksi padi agar menghasilkan panen yang berlimpah, serta memberikan benih dan pupuk yang berkualitas baik untuk meminimalisir gagal panen.
DAFTAR PUSTAKA
Agroland, J. (2008). Kinerja Kelembagaan Kelembagaan Input Produksi Dalam Agribisnis Padi di Kabupaten Parigi Moutong, 15(2), 122–128.
Laksmi, N. M. A. C., Suamba, I. K., & Abarawati, I. G. G. A. (2012). Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah, 1(1), 34–44.
Prabandari, A. C., Sudarma, M., & Wijayanti, P. U. (2013). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah pada Daerah Tengah dan Hilir Aliran Sungai Ayung, 2(3), 89–98.
Rivanda, D. R., Nahraeni, W., & Yusdiarti, A. (2015). ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI PADI SAWAH (Pendekatan Stohactic Frontier) TECHNICAL, 1(April), 1–13.
Sularno, & Jauhari, S. (2014). Peluang usaha melalui agribisnis mina padi untuk meningkatkan pendapatan petani, 10(2), 268–274.
Komentar
Posting Komentar